Pages - Menu

Friday, November 23, 2018

I Left My Heart In These Cities

Kalau dilihat dari nama panjang kayaknya gampang ditebak ya saya suku apa. Fam (nama keluarga) saya Taroreh, suku Manado. Tapi, saya sama sekali gak pernah tinggal di Manado. Ke kota Manado baru tiga kali seumur hidup, itu pun hanya untuk liburan sekolah, terakhir kesana saat kelas 3 SD, jadi gak pernah menetap. Saya hanya punya secuil memori disana.

Namun, di tiga kota dibawah ini, saya meninggalkan memori yang membekas, mengukir banyak pengalaman dan cerita kehidupan disana. Simak yuk dimana saja.


Bandung
Kota kelahiran saya yang saya tinggali sampai usia 23 tahun. Sampai tahun 2011.
Perjalanan panjang. Sempat sih gak mau keluar dari Bandung, karena sudah nyaman banget. Apa sih yang gak ada? Akses kemana-mana mudah, biaya hidup gak mahal, tempat hiburan gak kurang lah ya.

Mau jalan-jalan santai sambil cuci mata ke PVJ dan IP. Mau nonton ke BIP. Beli HP ke BEC. Makan jagung bakar ke Dago atau Lembang. Lari pagi sambil makan nasi merah ke Punclut. Ada yang mau nambahin, kali aja saya ada yang lupa?

Apalagi Bandung yang sekarang kan sudah jauh beda sama yang dulu. Sekarang ada floating market, kota mini, alun-alun yang sudah dipoles, rabbit town dan banyak spot ketje lain yang hanya bisa saya nikmati dari gambar online kiriman dari teman-teman yang masih di Bandung. Luar biasa perkembangannya sejak dipimpin oleh Kang Emil. Salut banget!

Kulinernya juga beraneka ragam. Dan masih tetap yang terenak. Bubur ayam terenak masih versi Bandung, batagor, kupat tahu, tahu gejrot, surabi, lotek, gorengan, es campur, bakso, mie ayam, et cetera, itu sudah paling cocok di lidah saya. Sekalipun di kota saya sekarang ada yang jual makanan dengan embel-embel Bandung misalnya "Bubur ayam bandung", "batagor Bandung", tetap saja rasanya beda.

Saya sekolah dari TK sampai kuliah, magang sampai kerja juga di kota ini. Transisi saya dari masa ke masa, dari saya yang aslinya anak rumahan tapi pas agak "gedean dikit" jadi suka keluyuran. Terbentuknya diri saya ya di kota Bandung.

Puncaknya di tahun 2011, ayah saya meninggal dan saya memutuskan untuk merantau ke kota yang saya tinggali saat ini. But that is another story. Tapi yang pasti, Bandung selalu ada dihati. Suatu saat saya pasti kembali.

Jakarta
Jakarta bukan kota yang asing bagi saya, karena dari kecil setiap liburan sekolah pasti saya dan keluarga ke rumah saudara di Jakarta. Apalagi sejak ada tol Cipularang, hampir tiap weekend kami kesana. Bahkan kelas 5 SD saya sekolah disana selama satu tahun. Tapi baru terasa keras dan beratnya sejak saya kerja.

Saya tinggal di Jakarta Selatan, tempat kerja di Jakarta Utara. Pergi subuh pulang tengah malam sudah jadi makanan sehari-hari. Dempet-dempetan di busway, macet-macetan di jalan, make up yang luntur karena keringat, muka kusam, tapi di tempat kerja dituntut segar dan fresh selalu itu tantangan banget.

Kalau di Jakarta motto hidup orang-orangnya, gue gue elo elo! Ya itu wajar banget, mengingat gaya hidup dan tuntutan di ibukota yang tinggi. Kota yang gak pernah mati, selalu on 24/7. Buat saya, kota Jakarta mengajarkan profesionalitas dan kerja keras.

Balikpapan
Nah, ini kota tempat tinggal saya sejak tahun 2011. Tempat perantauan dan mengadu nasib. Tempat terbangunnya keluarga saya saat ini.

Kalau di Bandung cari wisata pantai tidak akan ada, kecuali kita ke Pangandaran, Pelabuhan ratu yang jauh-jauh itu. Lain lagi ceritanya di Balikpapan. Didalam kota, di sepanjang jalan akan ketemu pantai, dari ujung ke ujung.

Jadi waktu tahun pertama disini, maunya jalan ke pantai terus sampai bosan. Karena dekat banget. Ada yang namanya Pantai Kemala hanya 10 menit saja dari tempat kerja. Pasirnya putih dan ada cafenya pula. Perfect untuk malam mingguan. Ada juga Pantai Melawai, Pantai Manggar, Benua Patra, dan masih banyak lagi. Ada yang seru untuk jalan-jalan sama pasangan, ada yang cocok untuk bawa anak-anak dan keluarga besar.

Mall juga semakin banyak. 2011 baru ada sekitar 3 mall besar (CMIIW), saat ini sudah tambah jadi 7 mall besar (CMIIW juga). Ada juga pusat belanja oleh-oleh khas KalTim, didalamnya ada perhiasan, batu-batuan, baju-baju, dan pastinya amplang.

Satu hal yang saya sukai dari Balikpapan adalah kebersihannya. Gak heran kota saya ini dapat piala Adipura sampai hampir tiap tahunnya. Dan memang penduduknya juga mostly disiplin dan konsisten jaga kebersihan. Jarang banget lah bakal ketemu sampah di jalan.

Balikpapan is a really nice place to live, keluarga saya senang sekali tinggal disini, but the weather is another thing. Sangat panas dan menghitamkan kulit. Haha. Dan sekarang sudah mulai macet, tapi masih kalah sama macetnya ibukota. Untungnya jarak satu tempat ke tempat lainnya gak terlalu jauh, dan macetnya juga hanya di beberapa spot dan di jam-jam tertentu saja.

Masih banyak yang ingin saya ceritakan tentang kota saya ini, bandaranya yang sejak direnovasi jadi bandara taraf internasional yang diakui kualitasnya, penduduknya yang heterogen, dari banyak suku, tapi kami semua masih aman nyaman tentram hidup berdampingan disini. Mungkin ini bisa jadi materi untuk another post ya karena sudah kepanjangan kayanya.

Jadi itulah kota-kota yang menyimpan memori saya selama ini. Rasa susah, senang, tumbuh dewasa, beranak pinak biarlah jadi kisah klasik untuk masa depan.

Salam hangat.

No comments:

Post a Comment

Silent Readers are Welcome, but Comments are Always Loved.. Thank You...